TUGAS MANDIRI 02 : ANBIYA PANJI DEWANTORO E13

 Studi Pustaka tentang Sistem Pemerintahan Berdasarkan UUD 1945 dan Literatur Ilmiah


Anbiya Panji Dewantoro E13


  1.  PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Sistem pemerintahan merupakan komponen penting dalam penyelenggaraan negara. UUD 1945 menjadi dasar pengaturan hubungan antar lembaga negara, pembagian kekuasaan, serta mekanisme pengambilan keputusan yang berlandaskan kedaulatan rakyat.

Sejarah ketatanegaraan Indonesia menunjukkan perubahan signifikan: demokrasi parlementer pada awal kemerdekaan, demokrasi terpimpin di masa Presiden Soekarno, hingga dominasi eksekutif pada Orde Baru. Pasca reformasi, amandemen UUD 1945 (1999–2002) memperkuat sistem presidensial melalui pemilihan presiden langsung, pembatasan masa jabatan, dan pembentukan lembaga baru seperti Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.

Studi literatur mengenai sistem pemerintahan Indonesia penting dilakukan untuk menilai implementasi prinsip konstitusi, mengidentifikasi kelemahan seperti dominasi eksekutif dan lemahnya fungsi pengawasan legislatif, serta menemukan peluang perbaikan guna mewujudkan pemerintahan yang lebih demokratis dan berlandaskan hukum.

  1. Tujuan Kajian

  1. Menganalisis perbedaan antara teori konstitusi dan cara pemerintahan di Indonesia, khususnya dalam menerapkan sistem presidensial.

  2. Menganalisis pandangan dari para ahli melalui sumber-sumber ilmiah yang membahas perbandingan sistem pemerintahan, dinamika politik, serta konstitusi setelah perubahan UUD 1945.

  3. Mengevaluasi hubungan antara penerapan prinsip demokrasi dan negara hukum dalam menjalankan pemerintahan di Indonesia.

  4. Meningkatkan kemampuan berpikir kritis sebagai warga masyarakat dalam memahami peran kedaulatan rakyat dan pentingnya supremasi hukum dalam sistem demokrasi di Indonesia.

  1. RINGKASAN UUD 1945

Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”

Kalimat ini berarti bahwa kekuasaan tertinggi di negara ini berada di tangan rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Namun, kedaulatan ini tidak langsung diberikan kepada rakyat, melainkan dilakukan melalui prosedur yang sudah ditentukan dalam konstitusi. Dengan demikian, rakyat memiliki kedaulatan, tetapi pelaksanaannya dilakukan oleh lembaga negara, seperti DPR, DPD, Presiden, dan lembaga peradilan, sesuai dengan prinsip demokrasi konstitusi.

Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa “Negara Indonesia merupakan negara hukum.” Artinya, Indonesia tidak berpemerintahan berdasarkan kekuasaan mutlak atau otoriter, melainkan berlandaskan supremasi hukum (rule of law). Setiap warga negara, termasuk pejabat pemerintahan, harus mematuhi peraturan hukum yang berlaku. Konsep negara hukum ini juga mencakup aspek substantif, yang tidak hanya menjamin adanya peraturan hukum tertulis, tetapi juga menjamin keadilan, kesetaraan di depan hukum, serta perlindungan hak asasi manusia.

Kedua ayat tersebut saling terkait karena penerapan kedaulatan rakyat harus selalu sesuai dengan asas negara hukum. Demokrasi yang diterapkan di Indonesia harus tetap mengikuti konstitusi dan mewujudkan keadilan. Dengan kata lain, rakyat memiliki kedaulatan, namun pelaksanaannya harus melalui sistem hukum yang adil, transparan, dan bertanggung jawab

  1. RINGKASAN ARTIKEL ILMIAH

Penelitian mengenai sistem pemerintahan Indonesia menunjukkan bahwa meskipun UUD 1945 secara jelas menganut sistem presidensial, kemampuan pemerintahan dalam mengimplementasikan sistem tersebut belum sepenuhnya sesuai dengan teori.

Ahmad Yani (2018) dalam Lentera Hukum menjelaskan bahwa kekuasaan pemerintah (eksekutif) masih sangat dominan, sedangkan mekanisme pemeriksaan dan keseimbangan (checks and balances) belum berjalan dengan baik. Menurutnya, perbedaan antara teori konstitusi dan praktik politik di Indonesia dipengaruhi oleh struktur partai, budaya politik, dan kurangnya aturan yang mendukung pelaksanaannya. Prinsip kedaulatan rakyat yang tertuang dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 belum sepenuhnya terwujud, karena rakyat kesulitan mengawasi pemerintahan karena pengaruh dari kelompok elit politik. Dari sudut pandang Pasal 1 ayat (3), hal ini menunjukkan bahwa klaim Indonesia sebagai negara hukum masih menghadapi tantangan, karena supremasi hukum seringkali kalah dari kekuatan penguasa.

Selanjutnya, M. Yasin al-Arif (2017) dalam Ius Quia Iustum menyoroti kejanggalan sistem presidensial setelah adanya amandemen UUD 1945. Amandemen semula diharapkan bisa memperkuat posisi presiden dan memperbaiki hubungan antar lembaga negara, namun dalam praktiknya justru menimbulkan ketidakpastian. Sistem partai yang banyak membuat presiden bergantung pada koalisi politik, sehingga kekuasaan pemerintah tidak stabil. Menurutnya, situasi ini mengurangi efektivitas pemerintahan dan mereduksi makna kedaulatan rakyat, karena keputusan biasanya ditentukan oleh kompromi antar-elite politik, bukan aspirasi rakyat. Dari sudut pandang Pasal 1 ayat (3), masalah ini juga menjadi tantangan besar bagi prinsip negara hukum, karena kepastian hukum dan akuntabilitas pemerintah bisa terganggu jika kepentingan politik lebih mendominasi dibandingkan aturan hukum.

Dari dua penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem pemerintahan Indonesia masih mengalami dinamika yang kompleks antara norma konstitusi dan praktik politik. Pasal 1 ayat (2) dan (3) UUD 1945 memang menjadi dasar penting, namun pelaksanaannya belum optimal. Untuk mewujudkan kedaulatan rakyat secara nyata dan mengembangkan prinsip negara hukum, dibutuhkan penguatan lembaga negara, regulasi yang konsisten, serta budaya politik yang demokratis dan berorientasi pada kepentingan masyarakat.

  1. SINTESIS DAN REFLEKSI

  1. Sintesis

Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat dan dijalankan sesuai dengan UUD. Sementara Pasal 1 ayat (3) menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dua prinsip ini menjadi dasar sistem pemerintahan Indonesia yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.

Artikel dalam Jurnal APPIHI berjudul “Analisis Perbandingan Struktur Kekuasaan Eksekutif dan Legislatif (Indonesia–Malaysia)” menjelaskan bahwa sistem presidensial Indonesia dengan mekanisme ambang batas presiden dirancang agar bisa menjaga stabilitas politik. Namun, sistem ini bisa menghambat partisipasi rakyat dalam memilih pemimpin. Hal ini menunjukkan bahwa prinsip kedaulatan rakyat di dalam praktik masih terbatas oleh prosedur politik, meskipun prinsip negara hukum tetap berjalan melalui sistem pengecekan dan keseimbangan antar lembaga negara.

Di sisi lain, artikel “Dinamika Penegakan Hukum dan Demokrasi di Indonesia” dalam Aliansi menyoroti tantangan dalam mewujudkan negara hukum, seperti politisasi peradilan, praktik korupsi, dan hukum yang kompleks karena memiliki banyak sistem.

Hal ini menyebabkan pelaksanaan kedaulatan rakyat tidak selalu dilindungi hukum, meskipun secara normatif rakyat adalah pemegang kedaulatan. Oleh karena itu, negara hukum membutuhkan penegakan hukum yang konsisten, independensi lembaga peradilan, serta kredibilitas aparat penegak hukum agar prinsip konstitusional benar-benar dirasakan oleh masyarakat.

Dari kedua artikel tersebut terlihat bahwa Pasal 1 ayat (2) dan (3) UUD 1945 tidak hanya sekadar deklarasi, namun juga menuntut penerapan nyata dalam kehidupan bernegara.

Kedaulatan rakyat harus dijaga melalui sistem pemerintahan yang demokratis dan inklusif, sementara prinsip negara hukum harus diwujudkan dengan reformasi lembaga, penegakan hukum yang konsisten, serta peningkatan integritas aparat. Hanya dengan keseimbangan antara kedua prinsip ini, demokrasi konstitusional bisa berjalan secara nyata, bukan hanya formal.

  1. Refleksi

Dari penelitian ini, saya belajar bahwa memahami UUD 1945, khususnya Pasal 1 ayat (2) dan (3), tidak hanya tentang menghafal, tetapi juga tentang bagaimana prinsip-prinsip tersebut diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat. Sebagai seorang warga negara, saya sadar bahwa kedaulatan rakyat tidak hanya berarti memiliki hak untuk memilih pemimpin, tetapi juga bertanggung jawab dalam mengawasi pemerintahan agar tetap berjalan sesuai hukum dan konstitusi. Saya juga sadar bahwa pentingnya integritas hukum dalam menjaga keadilan dan demokrasi, sehingga sikap kritis terhadap penyalahgunaan kekuasaan harus terus dipupuk. Dengan pemahaman ini, saya semakin termotivasi untuk lebih aktif berpartisipasi, tetap kritis, menghormati hukum, serta berperan dalam mendorong tumbuhnya budaya demokratis yang sehat dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

  1. DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Yani. (2018). Dominasi eksekutif dan problem checks and balances dalam sistem presidensial Indonesia. Lentera Hukum, 5(2), 233–248.

Al-Arif, M. Y. (2017). Kejanggalan sistem presidensial pasca amandemen UUD 1945. Ius Quia Iustum, 24(3), 460–481.

Artikel dalam Jurnal APPIHI. (n.d.). Analisis perbandingan struktur kekuasaan eksekutif dan legislatif (Indonesia–Malaysia).

Artikel dalam Jurnal Aliansi. (n.d.). Dinamika penegakan hukum dan demokrasi di Indonesia.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (1945).


Comments

Popular posts from this blog